Ma'Badong; Perpaduan Tari dan Nyanyian Dukacita Upacara Kematian di Toraja

Warga Toraja melakukan ritual Ma’badong pada upacara Rambu Solo di Rembon, Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/12) malam. Ma’badong merupakan ritual mendoakan orang yang meninggal agar diterima di alam baka, juga ratapan kesedihan dan kenangan hidup sang mendiang selama hidupnya. ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang/nz/14
Ma'Badong; Perpaduan Tari dan Nyanyian Dukacita dalam Upacara Kematian di Toraja
Ma' Badong adalah sebuah perpaduan antara tarian dan nyanyian kedukaan berisi syair dukacita yang diadakan di upacara kematian (Rambu Solo') di Toraja, Sulawesi Selatan. 

Ma’ berarti ‘melakukan’ dan pa’ berarti pelaku, sehingga Ma’badong berarti melakukan tarian dan nyanyian Badong, dan Pa’badong berarti penari Badong. Ma'Badong dilakukan secara berkelompok oleh pria dan wanita setengah baya atau tua dengan cara membentuk lingkaran besar dan bergerak sambil menyanyikan syair-syair dukacita.

Ma'Badong dilakukan secara berkelompok. Foto: Yoseph Kungkung | fotoblur.com
Pengertian Badong

Badong dilakukan di dalam ritual upacara kematian di Toraja, dan dilakukan di tanah lapang atau pelataran yang cukup luas, yaitu di tengah-tengah lantang (pondokan yang hanya dibuat untuk sekali pakai berfungsi sebagai tempat melaksananakan upacara kematian).

Pa’badong memakai baju seragam, biasanya hitam-hitam dan memakai sarung hitam atau memakai pakaian adat Toraja. Jumlah penari dapat mencapai puluhan hingga ratusan orang, sehingga pria memakai seragam yang berbeda dengan para penari wanita. Terkadang para pria dan wanita juga mengenakan pakaian adat Toraja. Tetapi, karena badong juga terbuka untuk orang yang ingin ikut menari, jadi tamu upacara kematian yang ingin ikut Ma’badong diperbolehkan berpakaian bebas.

Pada saat Ma’badong, semua anggota tubuh pada Pa’badong juga bergerak, seperti menggerakkan kepala kedepan dan kebelakang, bahu maju-mundur dan kekiri-kekanan, kedua lengan diayunkan serentak ke depan dan belakang, tangan saling bergandengan lalu hanya dengan jari kelingking, kaki disepakkan kedepan dan belakang secara bergantian.

Lingkaran besar yang diciptakan pada saat Ma’badong dalam beberapa saat dipersempit dengan cara para Pa’badong maju, lalu mundur kembali dan pemperluas lingkaran dan saling berputar dan berganti posisi, tetapi tidak bertukar Pa’badong lain yang di sisi kanan atau kirinya.

Suara yang mengiringi Ma'badong adalah nyanyian para Pa’badong, tanpa iringan suara musik. Nyanyian yang dinyanyikan adalah lagu dalam bahasa Toraja, yang berupa syair (Kadong Badong) cerita riwayat hidup dan perjalanan kehidupan orang yang meninggal dunia, mulai dari lahir hingga meninggal. Selain syair tentang riwayat hidup, Badong pada saat upacara kematian juga berisi doa, agar arwah orang yang meninggal bisa diterima di alam baka.

Pada umumnya, Ma’badong berlangsung selama tiga hari tiga malam, karena pada umumya upacara kematian di Toraja berlangsung selama itu, tetapi tidak dilakukan sepanjang hari. Pada upacara kematian yang berlangsung selama lima hari dan tujuh hari, Ma’badong dilangsungkan dengan waktu yang berbeda pula, sesuai dengan keinginan Pa’badong dan persetujuan keluarga.

Pelaksaan upacara kematian di Toraja hanya dilakukan oleh keturunan bangsawan, serta keluarga dengan status sosial yang tinggi, yaitu mereka yang memiliki banyak harta kekayaan. Hal inilah yang menyebabkan Badong hanya dilakukan oleh golongan masyarakat yang kaya, walaupun dalam kenyataannya mereka sebagai penyelenggara, penari Badong sendiri adalah keluarga dan masyarakat umum yang dengan sukarela ingin mendoakan orang yang meninggal pada saat itu.

Penari Badong biasanya adalah masyarakat asli Toraja yang sudah lama bermukim di Toraja dan sudah mengenal kuat kebudayaan Toraja, hingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam menyanyikan syair ini. Selain itu, karena upacara kematian masih sering diadakan, masyarakat Toraja tidak canggung dan dapat Ma’badong dengan baik dan  lancar.

Selain Ma’badong, biasanya di upacara kematian Toraja juga ada tarian tradisional Toraja yang lainnya, pengenalan keluarga yang berduka cita, pengenalan kerbau bonga (belang) dan kerbau biasa yang disembelih, ma'pasilaga tedong (beradu kerbau, yang nantinya akan disembelih sebagai pengantar arwah orang yang meninggal menuju surga), pengarakan peti menuju tempat yang disediakan, dan pembakaran kerbau dan babi sembelihan yang nantinya akan dibagi kepada keluarga, tamu, dan masyarakat umum, dan ritual-ritual lainnya.

Warga Toraja melakukan ritual Ma’badong pada upacara Rambu Solo di Rembon, Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/12) malam. Ma’badong merupakan ritual mendoakan orang yang meninggal agar diterima di alam baka, juga ratapan kesedihan dan kenangan hidup sang mendiang selama hidupnya. ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang/14
Tata Cara Pelaksanaan Badong

Sebelum upacara diadakan, yaitu pada saat persiapan upacara, para anggota keluarga yang berduka cita memilih siapa saja yang akan menjadi pa’badong untuk upacara kematian, yaitu keluarga, sanak saudara, rekan, tetangga, dan orang lain.

Hingga pada saat upacara kematian berlangsung, orang-orang yang telah ditentukan sebelumnya menuju tempat yang telah ditentukan, pada saat yang sudah ditentukan pula.

Para pa’badong berdiri dan saling menunggu teman yang lain berada di posisi masing-masing, lalu pemimpin badong (pemberi aba-aba yang dipilih dari pa’badong-pa’badong) memberikan aba-aba untuk memulai tarian mereka.

Pada awal ma’badong, para pa’badong menyanyikan empat badong secara berturut-turut sesuai dengan fungsinya, yaitu badong nasihat, badong ratapan, badong berarak, dan badong selamat (berkat). Setelah itu, dilanjutkan oleh para pa’badong yang sudah menyiapkan doa dan nyanyian riwayat hidup yang sudah dipersiapkan. 

Jika tiba waktu yang telah ditentukan, namun syair badong, doa, dan nyanyian riwayat hidup belum selesai, para pa’badong akan berhenti secara bersamaan dan mereka kembali ke lantang (rumah papan dan kayu yang digunakan hanya untuk upacara) untuk beristirahat, hingga pada waktu yang mereka rencanakan bersama, mereka akan ma’badong lagi.

Cara ini berlangsung hingga tarian dan nyanyian pa’badong selesai dan upacara kematian juga selesai.

Tata Cara Badong. Banyak hal yang telah menjadi keharusan sebagai tata baku dalam upacara badong. Di antaranya adalah sebagai berikut :
  1. Untuk membentuk lingkaran sebagai nyanyian doa, penari badong paling sedikit harus berjumlah lima orang.
  2. Syair lagu badong adalah syair yang sudah terstruktur sesuai dengan keempat fungsi ditambahkan dengan riwayat hidup orang yang meninggal dunia.
  3. Badong dilaksanakan di upacara pemakaman di lapangan terbuka yang dikelilingi lantang (rumah adat).
  4. Badong dilaksanakan oleh pria dan wanita dewasa.
  5. Badong hanya dilakukan di upacara kematian dan bersifat sakral, bukan untuk permainan sehingga tidak akan dilakukan di upacara yang lain.
  6. Rangkaian gerakan badong berupa gerakan kepala, pundak, tangan, dan kaki, serta perputarannya tidak mengalami perubahan dan variasi, tetapi berupa tata cara yang masih sama dengan yang diwariskan turun-temurun.

Fungsi Badong

Fungsi Badong adalah dibagi dalam empat bagian, yaitu badong pa’ pakilala (badong nasihat), badong umbating (badong ratapan), badong ma’ palao (badong berarak), dan badong pasakke (badong selamat atau berkat).

Ma'Badong dilakukan dalam ritual upacara kematian di Toraja, dan dilakukan di tanah lapang atau pelataran yang cukup luas, yaitu di tengah-tengah lokasi pelakasanaan upacara Rambu Solo'. Foto: Claubert & Gildia's Big Journey

#Info: Tonton video Ma'Badong di YouTube disini (klik)

Contoh Syair Ma'Badong

Badong pa’ pakilala

E..! Umbamira sangtondokta ?
To mai sangbanuanta ?
Sangti’ doan tarampakta ?
Ke de’ ko anta umbanting !
Rapana ta’ rio-rio,
Tatannun rosso maa.
Tang marandenkoka iko ?
Tae’ko dallo riomu ?
Lako te datu masallo’ ?
Ambe’ perangikan mati’,
Ambe’ tanding talingakan,
Angki lolloan batingki.
Ke umpokadaki’ bating,
Untannun mario-rio ;
Da’ tabarrugai bating,
Da’ talalan peninggoi.
Umbating tengki’ siada’,
Rintin sipakilalaki’ ;
Tae’ki’ lindona senga’,
Rampo ma’kekeran bassi.
Da’ anta lambi bating ru’seng,’
Tu rintin pa’ealian ;
Anta masakke mairi’,
Madariding sola nasang.
Badong umbating
Tonna masaki ulunna,
Tiku ramman beluakna ;
Nenne’ samandu-mandunna,
Kerangan umbongi-bongi.
Samari tampak sarrona,
Te upu’ pekaindo’na ;
Ka’tu angin dipudukna,
Ronta’ tondon to batanga.
Sokan sokannamo ia,
Te dao nene’ mendeatanta ;
Sola to dolo kapuanganta,
Unnamboran tinaranna.
Namboran salarika,
Nasio’ tang tongan dika ;
Dengka tau tang nabasa,
Tang nalulun baratai ?
La ditulakraka langi’,
La dimnangairika ? ;
Sokan2 ia Nene’,
Tang ma’ga’ta’ to dolota.
Ke napapatui lenki’,
Ke nasanda simisa’ki’ ;
Sanda’2 dilempangan,
Pangkun dipentilendungan.
Tallang turanannaki’ Puang,
Awo’ bela’-belaranna ;
Aur tebas-tebasannya ;
Ke disaile sulei,
La dibandika menasan.
Inde dao to tungara,
Rintin to mennulu sau’ ;
Umpolo bintanna Sali,
Sirundu’ karasan tanga.
Malemi situru’ gaun,
Sikaloli’ rambu ruaja ;
Naempa-empa salebu’,
Sau’ tondok Pong Lalondong.
Unnola tossoan Adang,
Panta’daran Tau bunga’ ;
Dadi deatami lolo’,
Kombongmi to palullungan.
La umbengki’ tua’ sanda,
Paraja sanda’ mairi’ ;
Anta masakke mairi’,
Madarinding sola nasang.
Badong ma’palao
Tiromi tu tau tongan,
Tu to natampa puangna ;
Tae’ sanglindo susinna,
Sanginto’ rupa-rupanna.
Pada ditampa bintun tasak ;
Pada dikombang bunga’ lalan ;
Sumbang bulan naesungi,
Kurapak allo natadongkonni.
Mallulun padang naola,
Umpamampu’ padang2 ;
Buda kinallo lalanna,
Dikki’ barra’ karunna.
Malemi naturu’ gaun,
Naempa-empa salebu’ ;
Sau’ tondok Pong Lalondong.
Ilo’ bambana makkun.
La sangtondok to dolona,
Sangisungan to menggaraganna ;
Ia nasang mintu’ tau,
Mairi’ sangtolinoan.
Badong passakke
Sampa’ batingkira tondo,
Pango’tonan marioki ;
Napokinallo ilalan,
Sau’ rumombena langi’.
Sau’ tondok Pong Lalondong,
Ilo’ tondok to Mario ;
Ganna’ sampin pebalunna,
Sukku’ todeng tunuanna.
Nariamo tangkean suru’,
Nasaladan kada rapa’ ;
Anta masakke mairi’,
Madarinding sola nasang.

Badong nasihat

Hai..! Di manakah orang sekampung kita ?
Yaitu tetangga kita ?
Rumpun keluarga kita ?
Ayo! Berdirilah lalu kita menuangkan kesedihan kita
Saya terdiam dengan sangat sedih
Mari kita menguraikan kesedihan hati.
Tidakkah engaku berduka ?
Tidakkah kesedihan di hatimu?
Kepada raja yang budiman ini ?
Bapa dengarkanlah kami.
Ya bapa miringkanlah telinga.
supaya kami bisa menyampaikan syair kesedihan kami
Kalau kita hendak mengatakan kesedihan,
janganlah kita perolokkan kesedihan,
jangan kita buat seperti permainan.
Kalau kita bersedih saling memperingati :
Kita bukanlah orang lain,
Tiba untuk memakan besi (berduka)
Jangan kita sebut bersedih itu salah,
Mengungkapkan ragam pertentangan
Supaya kita selamat sekalian
Bersentosa semuanya.
Badong ratapan
Pada waktu kepalanya sakit,
Semua rambutnya merasakannya ;
Makin keras sekerasnya,
Bertambah dari malam ke malam.
Hanya sedih keluh penghabisannya,
Sehabis ratapan memanggil ibunya ;
Putuslah angin pada mulutnya (artinya mati);
Habislah jiwa pada badannya (artinya mati)
Sayang sioh sayang dia,
Yang di atas nenek leluhur kita ;
Bersama pertuanan kita,
Mengamburkan sumpitannya.
Dihamburkan salakah,
Diukur tidakkah benar;
Adakah orang yang yang tak dikena,
Yang tidak disapu ratakan ?
Akan ditantangkah langit ke atas,
Akan ditaruhkan kayu pilar?
Sayang sioh sayang ia Nenek,
Leluhur kita tidak adil.
Kalau ditunjukkan kepada kita,
Kalau dikenakan pada kita masing-masing;
Tak akan dapat dielakkan,
Tak dapat dilindungi.
Seakan kita ini pohon bambu tebangan Tuhan,
Kalau kita menoloh kembali,
Kita tidak akan membawa penyesalan.
Ini di atas orang melentang,
Yang berbaring arah ke selatan ;
Melintasi ikatan papan lantai,
Mengikuti balak tengah rumah.
Sudah pergi bersama dengan embun,
Bersama dengan asap bara api ;
Diikut-ikuti oleh awan,
Ke selatan negeri tuhannya jiwa di negeri jiwa
Mengikuti jejak Adam,
Mengikuti manusia pertama ;
Sudah menjadi berhala di sana,
Sudah menjadi pelindung.
Akan memberikan kita berkat yang cukup.
Keselamatan masing2 sekalian ;
Supaya kita selamat sekalian,
Semuanya bersentosa.
Badong berarak
Lihat orang yang sebenarnya,
Orang yang ditempa oleh ilahnya ;
Sepertinya tidak sebanding,
Yang setara dengan keadaannya.
Bersamaan ditempa dengan bintang gemerlap.
Bersamaan dibentuk dengan bunga’ lalan (nama bintang)
Bulan purnama yang didudukinya,
Sinar matahari yang ditempatinya.
Padang berlumpur dilewati olehnya,
Menganguskan rerumputan ;
Banyak perbekalan di jalannya,
Berasnya melimpah pada waktu sore.
Telah berangkat diikuti embun,
Diikuti awan-awan ;
Ke selatan negeri Pong Lalondong.
Di sana kotanya yang tetap.
Akan senegeri dengan nenek moyangnya,
Sekedudukan dengan yang menenpanya ;
Semua yang berwujud manusia,
Dengan manusia di bumi.
Badong selamat (berkat)
Begitulah uraian kesedihan kamu,
Penjelasan kesedihan kami,
Menjadi bekal perjalannya,
Keselatan ujung2nya langit.
Ke selatan negeri tuhannya jiwa.
Di sana negeri orang yang bersedih ;
Cukup dengan kain pembungkusnya,
Genap kerbau bantaiannya.
Sudahlah ditatang dengan tangkean suru,
Telah dipelihara dengan kata sepakat.
Supaya kita semua selamat,
Kita sekalian bersentosa



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »