Kisah orang Toraja meninggal siapkan kerbau seharga mobil Mercy

Kerbau Belang
Kerbau menjadi salah satu lambang kemakmuran Orang Toraja.
Ada istilah yang lahir dari kebudayaan pesta adat kematian Rambu Solo di Toraja. Istilah tersebut adalah 'Mercy Bufallo' yang merupakan gabungan dari merek mobil mewah Mercedez dengan Bufallo yang berarti kerbau.

"Makanya ada istilah Mercy Bufallo karena setiap orang Toraja kalau meninggal harus sedia puluhan kerbau. Apalagi kerbau belang yang harganya Rp 250 juta per ekor," kata warga Toraja, Abu kepada merdeka.com saat berkunjung ke Tana Toraja, Sabtu (18/5).

Sama halnya dengan warga Toraja lainnya, Abu juga menyiapkan 40 kerbau sewaktu neneknya meninggal. Dia menganggap semakin banyak kerbau yang terkumpul maka semakin mudah neneknya mencapai Nirwana. Selain itu, banyaknya kerbau yang disembelih saat upacara itu membuktikan bahwa keluarganya adalah keluarga terpandang.

Merdeka.com kemudian berkesempatan untuk melihat kediaman nenek Abu, benar saja 40 tanduk kebau berjejer vertikal di tiang batu mengikuti atap rumah Tongkonan Toraja.

Di dalam Tongkonan tersebut, Abu mengaku sempat menyimpan jasad neneknya sembari keluarganya mengumpulkan uang. Mereka juga hidup bersama jasad neneknya yang telah mati di dalam rumah Tongkonan yang hanya terdiri dari dua ruangan sedang.

Yang menarik, meski Abu tetap menjalankan ritual atau pesta kematian Rambu Solo, Abu ternyata mengeluhkan dan mengkritik ritual yang terbilang mahal ini.

"Coba lihat kalau keluarganya seperti itu (sambil menunjuk rumah panggung kecil), kalau dipikir-pikir mau berapa lama mereka mengumpulkan uang untuk beli kerbau. Untuk menyelenggarakan upacara kematian hari ini saja jenazahnya harus disimpan selama 6 tahun, baru ada uang setelah 6 tahun," keluh Abu.

Memang sewaktu datang di Tana Toraja sedang berlangsung upacara Rambu Solo. Saat itu mereka mengadakan pesta dengan memotong belasan babi dan menarikan tarian Ma'badong. Dari keterangan Abu juga, diketahui upacara kematian saat itu diperuntukkan bagi perwira polisi yang wafat 6 tahun lalu. Setelah melakukan tarian, masyarakat Toraja melakukan santap siang dengan tuak dan daging babi yang disajikan untuk para tamu.

Rambu Solo Toraja
Ritual Rambu Solo orang Toraja.
Suku adat Toraja, menjadi salah satu suku yang masih kental dengan ritual adat dan keagamaan. Padahal sebagian besar penduduknya telah menganut agama Kristen.

Adat Rambu Solo misalnya, adat ini bisanya berlangsung selama 3 hari untuk golongan masyarakat biasa dan seminggu untuk golongan bangsawan. Sebelum dibawa ke kuburnya di tebing atau di tempat tertentu, mereka harus menyelenggarakan pesta adat yang disebut dengan Rambu Solo. Pesta tersebut menghadirkan banyak tamu, biasanya para tamu membawa babi-babi untuk diserahkan.

Setelah menerima tamu, mereka juga mengadakan pertunjukan seperti adu kerbau atau tari-tarian, hingga keesokan harinya jenazah baru dibawa ke tempat peristirahatan. Berbeda dari zaman dahulu, kini banyak orang Toraja tidak lagi menempatkan jenazah keluarga mereka di gunung atau tebing, tetapi di kubur keluarga atau suatu tempat yang dekat dengan Gereja.


Sumber: Merdeka.com

Beberapa Marga Orang Toraja

Orang Toraja
Budaya suku Toraja.
Beberapa Marga Orang Toraja

Suku Toraja adalah sebuah komunitas suku yang berada di pulau Sulawesi. Suku Toraja juga menggunakan nama keluarga atau marga/fam, yang ditempatkan di belakang nama, layaknya suku Minahasa, suku Ambon, suku Batak dan lain-lain.

Marga pada suku Toraja

A
- Aitonam
- Allo
- Allokendek
- Allositandi
- Amak
- Ampulembang
- Arung

B
- Balalembang
- Bangalino
- Barani
- Barrang
- Basiang
- Batoarung
- Batusura
- Bonting
- Bouw
- Bulawan
- Bulo
- Bura

D
- Dala
- Dalle
- Datu
- Datulayuk
- Demmanongkan
- Depparinding

G
- Galla
- Gandang

H
- Hariawang

K
- Kalalembang
- Kalatiku
- Kambuno
- Kamonto
- Kombongkila
- Kondorura 

L
- Lalang
- Lalawi
- Lallo
- Lande
- Latoada
- Lembang
- Lempo
- Lilipadang
- Limbong
- Limbongan
- Lulumbara
- Lumba
- Lutemadi
- Lolobua
- Londongbuntu

M
- Madellu
- Maega
- Maimpo
- Manapa
- Manganan
- Mangiri
- Mapandin
- Masiku
- Massa
- Matande
- Matutu

O
- Ombelli

P
- Pabuaran
- Paembonan
- Pahan
- Pailin
- Pakan
- Pakulla
- Palamba'
- Palebangan
- Palengan
- Pali
- Palili
- Palilu
- Palimbong
- Palimbunga
- Palinang
- Palindangan
- Pampang
- Panie
- Pangadongan
- Panggalo
- Panggelo
- Panggua
- Pantig
- Paonganan
- Papayungan
- Paranoan
- Parantean
- Parapak
- Pararuk
- Parera
- Paressa
- Parinding
- Parore
- Parrangan
- Parura
- Pasassang
- Paseleng
- Pasenggong
- Paseru
- Pasoling
- Patabang
- Patalo
- Patandianan
- Patasik
- Patemme
- Patinggi
- Patintingan
- Patiung
- Patoding
- Patongloan
- Patuli
- Pasulu
- Payung
- Pelenkahu
- Pilo
- Pirade
- Pongbala
- Pongmakamba
- Pongpadati
- Pongpangala
- Pongsamma
- Pongsitanan
- Pongtinamba
- Ponto
- Popang

R
- Rambulangi
- Rampa
- Rante
- Rantekanan
- Rantelili
- Rantelinggi
- Rantetasak
- Rapang
- Rara
- Raru
- Rempe
- Rerung
- Ruru

S
- Sa'beng
- Salubongga
- Salurerung
- Salusu
- Sambira
- Sambua
- Samma
- Sampe
- Sampebuntu
- Sampeliling
- Sampetoding
- Sampewai
- Sapan
- Saranga
- Saring
- Sarungallo
- Sesa
- Sibala
- Siganna
- Simamentang
- Sipayung
- Sirompo
- Sludung
- Sobarang (Sobarrang)
- Somalinggi
- Sombolinggi
- Sulle
- Sulo

T
- Tambing
- Tambun
- Tandang
- Tandi
- Tandiassang
- Tandilintin
- Tandilolo
- Tandirerung
- Tandiri
- Tandiseru
- Tando
- Tangalayuk
- Tangdiembong
- Tangdirerung
- Tangipau
- Te'dang
- Tikupasang
- Toding
- Tolle
- Tomarere
- Tombokan
- Topayung
- Toraya
- Tulak
- Tulungallo
- Turupadang


dari Mamasa
- Pampang
- Depparinding
- Gandang

dari Makale

- Kalalembang


dari Ulusalu
- Batusura
- Simamentang

dari Sa'dan
- Kondorura
- Palamba'

Marga-marga pada suku Toraja sebenarnya sangat banyak sekali, mohon maaf apabila ada marga yang belum tercantum di atas, karena data yang kami miliki belumlah lengkap dan masih perlu koreksi.
Mohon kesediaan bagi pengunjung untuk menambahkan atau koreksi di kotak komentar di bawah.

Nama-nama khas dalam suku Toraja
- Tato
- Sampe
- Makku
- Lute
- Bira
- Dalle
- Tappi’


Nama asli dalam suku Toraja sampai saat ini masih ada yang masih menggunakannya, sayangnya nama-nama asli ini secara perlahan seiring perkembangan zaman terkikis oleh nama-nama berbau Indonesia, ataupun nama-nama asing.

#Update:
Guna menanggapi beberapa komentar sahabat pembaca yang budiman, menyebutkan beberapa marga belum tertulis dalam daftar diatas. Sesuai dengan penulisan judul "Beberapa Marga Orang Toraja" maka daftar Marga diatas belumlah mencakup keseluruhan Marga Orang Toraja. Mohon maaf bila ada marga asal Toraja yang belum sempat disebutkan.

Bila marga anda belum tertulis dalam daftar silahkan lampirkan dalam kolom komentar dibawah.

Semoga bermanfaat... Salama' Kaboro'... :)


diolah dari berbagai sumber

Aluk Todolo - Agama Kepercayaan Suku Toraja

Aluk Todolo
Ma'badong, salah satu seni ratapan dalam ritual pemakaman di Toraja.
Aluk Todolo atau Alukta adalah aturan tata hidup yang telah dimiliki sejak dahulu oleh masyarakat Suku Toraja, Sulawesi Selatan. Aturan tata hidup tersebut berkenaan dengan, sistem pemerintahan, sistem kemasyarakatan dan sistem kepecayaan.

Dalam hal kepercayaan penduduk Suku Toraja telah percaya kepada satu Dewa yang tunggal. Dewa yang tunggal itu disebut dengan istilah Puang Matua (Tuhan yang maha mulia). Penganut Aluk Todolo relatif terbuka terhadap modernisasi dan dunia luar. Mereka meyakini, aturan yang dibuat leluhurnya akan memberikan rasa aman, mendamaikan, menyejahterakan, serta memberi kemakmuran warga.

Walau terbuka bagi agama luar, warga sepakat, yang telah menganut selain Aluk Todolo wajib keluar dari Dusun Kanan. Tentu saja mereka tetap boleh berkunjung ke sana, tapi tak dapat tinggal lama.

Di luar penganut Aluk Todolo, sekalipun bangsawan dan memiliki banyak uang, mereka tidak boleh dikuburkan dengan ritual pa'tomate, upacara penguburan jenazah khas dusun itu. Penganut Aluk Todolo menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Mereka begitu tegas menerapkan aturan leluhur. Berani melanggar berarti bakal menyengsarakan warga dusun, misalnya mendatangkan petaka gagal panen. Semua kesalahan dan kecurangan berhadapan dengan hukum dan hal itu berlaku bagi semua, termasuk keluarga dekat, saudara jauh, atau pendatang.

Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut kepercayaan Aluk Todolo, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya.

Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.

Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana.

Di dalam menjalankan ritualnya, mengenal dua macam yaitu: Upacara kedukaan disebut Rambu Solok dan Rambu Tuka sebagai upacara kegembiraan. Upacara Rambu Solok meiliputi tujuh tahapan, yaitu: Rapasan, Barata Kendek, Todi Balang, Todi Rondon, Todi Sangoloi, Di Silli, Todi Tanaan. Dan upacara Rambu Tuka juga meliputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu; Tananan Bua’, Tokonan Tedong, Batemanurun, Surasan Tallang, Remesan Para, Tangkean Suru, Kapuran Pangugan.

To Minaa adalah pendeta Aluk Todolo yang dianggap sebagai pemegang/pemangku adat di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman.

Kepercaan Aluk Todolo bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk Todolo mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk Todolo bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya.

Aluk Todolo pernah menjadi tali pengikat masyarakat Toraja yang begitu kuat, bahkan menjadi landasan kesatuan Sang Torayan yang sangat kokoh sehingga kemanapun orang Toraja pergi akan selalu ingat kampung halaman, dan rindu untuk kembali kesana. Ikatan batin yang Sang Torayan yang begitu kokoh tentu saja antara lain adalah buah-buah dari tempaan Aluk Todolo itu sendiri. Karena itu kita patut prihatin bila Aluk Todolo itu kini nyaris lenyap diterpa arus dunia modern. Maka mari kita pikirkan bersama warisan leluhur yang begitu berharga ini.