Showing posts with label Tari Tradisonal. Show all posts
Showing posts with label Tari Tradisonal. Show all posts

Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story

Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Disambut tarian Pa' Gellu' Toraja yang dimainkan anak-anak.
Langit sudah gelap ketika mobil-mobil Terios kami memasuki daerah Toraja. Mobil dibelokan ke sebuah jalan gelap kecil tanpa penerangan, perlahan-lahan menaiki sebuah jalan berbatu. Tak lama, kami memasuki perkampungan dengan rumah-rumah adat berbentuk panggung dengan atap yang berbentuk trapesium, dan dihiasi oleh tanduk-tanduk kerbau yang berbeda jumlahnya tiap rumah.

Membayangkan masuk ke perkampungan megalitik yang tak jauh dari kuburan-kuburan batu, bulu kuduk saya rasa-rasanya sudah berdiri sejak masuk wilayah Toraja. Namun, semuanya sirna ketika anak-anak kecil Toraja menyambut kami dengan orkestra alat musik bambu. Mereka lucu sekali! Dengan wajah- wajah lugunya, murid-murid sekolah dasar ini dengan apik memainkan alat musik bambu khas Toraja ini.

Sambil menikmati alunan musik bambu Toraja dan tarian Pa'Gellu' yang dimainkan anak-anak, kami disuguhi kuliner-kuliner khas Toraja seperti Pa'Piong, pamarrassan, sambal katokkon, dan tentu saja kopi Toraja.

Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Alunan musik bambu khas Toraja.
Pa'piong adalah daging yang dibumbui rempah dan dibakar di dalam batang bambu muda. Rasanya mirip seperti pepes. Sedangkan pamarrassan adalah masakan dari buah pangi, mirip rawon dengan kuah kental seperti rendang. Semuanya PEDAS. Dan yang paling bikin bibir saya meleleh adalah si sambal katokkon. Dibuat dengan cabai paling pedas senusantara: Lada Katokkon. Sumpah, saya tidak akan makan cabai ini lagi kecuali hadiahnya mobil terios. *bhik*

Setelah pentas tari Pa'Gellu' selesai, kamipun ikut menyelesaikan makan malam kami yang penuh peluh karena lada katokkon. Dan scene horror pun segera mulai, karena kami akan bermalam disini. Di rumah-rumah Toraja, Tongkonan.

Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Pa’piong dan sambal Katokkon.
Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Lada Kattokkon, cabe yang saya nobatkan paling pedas se-nusantara.
Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Memasuki kawasan Tongkonan.
Bangunan Tongkonan punya beberapa tipe. Ada yang sebagai rumah tinggal, juga ada yang sebagai lumbung padi. Kami disuruh memilih untuk menginap dimana. Bisa di rumah tinggal khusus tamu, atau di bawah lumbung padi. Jika di lumbung padi, sebetulnya kita akan kemping karena hanya tidur dengan dinding yang dibentuk oleh kain yang menyangga keempat buat tiang lumbung. Karena ini adalah dataran tinggi, saya memilih  untuk tidur di dalam rumah Tongkonan.

Tentu saja saya memastikan bahwa urusan toilet sudah selesai saat tidur. Karena di ruang tamu tetangga sebelah ada jenazah yang belum dikuburkan sebab belum bisa melaksanakan upacara Rambu Solo’. Sebuah upacara untuk mengantarkan jenazah ke alam sana, dengan bantuan ‘kendaraan’ para kerbau yang disembelih. Bukan kerbau biasa pula, harus kerbau belang dengan tanduk panjang, Tedong Saleko. Harganya yang bisa mencapai ratusan juta rupiah membuat beberapa masyarakat Toraja yang belum mampu menyembelih.

Toraja adalah salah satu destinasi wisata heritage di Sulawesi. Banyak kuburan disini yang unik-unik seperti Londa, kuburan orang Toraja yang berupa goa. Jenazah yang sudah diawetkan ditaruh saja di dalam peti tanpa dikubur.

Tak jauh dari Londa, makam untuk orang dewasa dan para bangsawan, di kawasan Kambira juga terdapat makam para bayi. Namun bayi-bayi ini tidak ditaruh begitu saja di dalam gua, melainkan dikubur. Dikubur di dalam pohon. Pohon besar bernama pohon Tarra' atau pohon cempeda dilubangi dengan bentuk kotak, kemudian bayi diletakan disana dan ditutup dengan alang-alang atau serat pohon enau. Bayi yang boleh dikubur dengan cara ini adalah bayi yang belum tumbuh gigi.

Filosofinya, bayi yang dikubur ini akan tumbuh bersama orang tua barunya di alam sana, yaitu pohon tersebut. Terlihat bekas kuburan bayi yang sudah lama di batang bagian atas, sudah menyatu dengan pohon. Tak lagi  terlihat seperti kuburan, hanya menjadi pohon biasa.

Toraja memang unik. Walaupun sekarang sebagian besar sudah menganut agama samawi, namun praktek-praktek annimisme masih dilakukan. Saya berharap supaya mereka bisa memilah-milah mana yang baik dan mana yang kurang baik bagi kehidupan mereka saat ini.

Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Terios 7 Wonders, parkir di kawasan Tongkonan.


Naskah dan Foto: Wira Nurmansyah

Sumber: wiranurmansyah.com | Wira Nurmansyah - Indonesia Travel & Photography Journal

Ma'Badong; Perpaduan Tari dan Nyanyian Dukacita Upacara Kematian di Toraja

Warga Toraja melakukan ritual Ma’badong pada upacara Rambu Solo di Rembon, Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/12) malam. Ma’badong merupakan ritual mendoakan orang yang meninggal agar diterima di alam baka, juga ratapan kesedihan dan kenangan hidup sang mendiang selama hidupnya. ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang/nz/14
Ma'Badong; Perpaduan Tari dan Nyanyian Dukacita dalam Upacara Kematian di Toraja
Ma' Badong adalah sebuah perpaduan antara tarian dan nyanyian kedukaan berisi syair dukacita yang diadakan di upacara kematian (Rambu Solo') di Toraja, Sulawesi Selatan. 

Ma’ berarti ‘melakukan’ dan pa’ berarti pelaku, sehingga Ma’badong berarti melakukan tarian dan nyanyian Badong, dan Pa’badong berarti penari Badong. Ma'Badong dilakukan secara berkelompok oleh pria dan wanita setengah baya atau tua dengan cara membentuk lingkaran besar dan bergerak sambil menyanyikan syair-syair dukacita.

Ma'Badong dilakukan secara berkelompok. Foto: Yoseph Kungkung | fotoblur.com
Pengertian Badong

Badong dilakukan di dalam ritual upacara kematian di Toraja, dan dilakukan di tanah lapang atau pelataran yang cukup luas, yaitu di tengah-tengah lantang (pondokan yang hanya dibuat untuk sekali pakai berfungsi sebagai tempat melaksananakan upacara kematian).

Pa’badong memakai baju seragam, biasanya hitam-hitam dan memakai sarung hitam atau memakai pakaian adat Toraja. Jumlah penari dapat mencapai puluhan hingga ratusan orang, sehingga pria memakai seragam yang berbeda dengan para penari wanita. Terkadang para pria dan wanita juga mengenakan pakaian adat Toraja. Tetapi, karena badong juga terbuka untuk orang yang ingin ikut menari, jadi tamu upacara kematian yang ingin ikut Ma’badong diperbolehkan berpakaian bebas.

Pada saat Ma’badong, semua anggota tubuh pada Pa’badong juga bergerak, seperti menggerakkan kepala kedepan dan kebelakang, bahu maju-mundur dan kekiri-kekanan, kedua lengan diayunkan serentak ke depan dan belakang, tangan saling bergandengan lalu hanya dengan jari kelingking, kaki disepakkan kedepan dan belakang secara bergantian.

Lingkaran besar yang diciptakan pada saat Ma’badong dalam beberapa saat dipersempit dengan cara para Pa’badong maju, lalu mundur kembali dan pemperluas lingkaran dan saling berputar dan berganti posisi, tetapi tidak bertukar Pa’badong lain yang di sisi kanan atau kirinya.

Suara yang mengiringi Ma'badong adalah nyanyian para Pa’badong, tanpa iringan suara musik. Nyanyian yang dinyanyikan adalah lagu dalam bahasa Toraja, yang berupa syair (Kadong Badong) cerita riwayat hidup dan perjalanan kehidupan orang yang meninggal dunia, mulai dari lahir hingga meninggal. Selain syair tentang riwayat hidup, Badong pada saat upacara kematian juga berisi doa, agar arwah orang yang meninggal bisa diterima di alam baka.

Pada umumnya, Ma’badong berlangsung selama tiga hari tiga malam, karena pada umumya upacara kematian di Toraja berlangsung selama itu, tetapi tidak dilakukan sepanjang hari. Pada upacara kematian yang berlangsung selama lima hari dan tujuh hari, Ma’badong dilangsungkan dengan waktu yang berbeda pula, sesuai dengan keinginan Pa’badong dan persetujuan keluarga.

Pelaksaan upacara kematian di Toraja hanya dilakukan oleh keturunan bangsawan, serta keluarga dengan status sosial yang tinggi, yaitu mereka yang memiliki banyak harta kekayaan. Hal inilah yang menyebabkan Badong hanya dilakukan oleh golongan masyarakat yang kaya, walaupun dalam kenyataannya mereka sebagai penyelenggara, penari Badong sendiri adalah keluarga dan masyarakat umum yang dengan sukarela ingin mendoakan orang yang meninggal pada saat itu.

Penari Badong biasanya adalah masyarakat asli Toraja yang sudah lama bermukim di Toraja dan sudah mengenal kuat kebudayaan Toraja, hingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam menyanyikan syair ini. Selain itu, karena upacara kematian masih sering diadakan, masyarakat Toraja tidak canggung dan dapat Ma’badong dengan baik dan  lancar.

Selain Ma’badong, biasanya di upacara kematian Toraja juga ada tarian tradisional Toraja yang lainnya, pengenalan keluarga yang berduka cita, pengenalan kerbau bonga (belang) dan kerbau biasa yang disembelih, ma'pasilaga tedong (beradu kerbau, yang nantinya akan disembelih sebagai pengantar arwah orang yang meninggal menuju surga), pengarakan peti menuju tempat yang disediakan, dan pembakaran kerbau dan babi sembelihan yang nantinya akan dibagi kepada keluarga, tamu, dan masyarakat umum, dan ritual-ritual lainnya.

Warga Toraja melakukan ritual Ma’badong pada upacara Rambu Solo di Rembon, Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/12) malam. Ma’badong merupakan ritual mendoakan orang yang meninggal agar diterima di alam baka, juga ratapan kesedihan dan kenangan hidup sang mendiang selama hidupnya. ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang/14
Tata Cara Pelaksanaan Badong

Sebelum upacara diadakan, yaitu pada saat persiapan upacara, para anggota keluarga yang berduka cita memilih siapa saja yang akan menjadi pa’badong untuk upacara kematian, yaitu keluarga, sanak saudara, rekan, tetangga, dan orang lain.

Hingga pada saat upacara kematian berlangsung, orang-orang yang telah ditentukan sebelumnya menuju tempat yang telah ditentukan, pada saat yang sudah ditentukan pula.

Para pa’badong berdiri dan saling menunggu teman yang lain berada di posisi masing-masing, lalu pemimpin badong (pemberi aba-aba yang dipilih dari pa’badong-pa’badong) memberikan aba-aba untuk memulai tarian mereka.

Pada awal ma’badong, para pa’badong menyanyikan empat badong secara berturut-turut sesuai dengan fungsinya, yaitu badong nasihat, badong ratapan, badong berarak, dan badong selamat (berkat). Setelah itu, dilanjutkan oleh para pa’badong yang sudah menyiapkan doa dan nyanyian riwayat hidup yang sudah dipersiapkan. 

Jika tiba waktu yang telah ditentukan, namun syair badong, doa, dan nyanyian riwayat hidup belum selesai, para pa’badong akan berhenti secara bersamaan dan mereka kembali ke lantang (rumah papan dan kayu yang digunakan hanya untuk upacara) untuk beristirahat, hingga pada waktu yang mereka rencanakan bersama, mereka akan ma’badong lagi.

Cara ini berlangsung hingga tarian dan nyanyian pa’badong selesai dan upacara kematian juga selesai.

Tata Cara Badong. Banyak hal yang telah menjadi keharusan sebagai tata baku dalam upacara badong. Di antaranya adalah sebagai berikut :
  1. Untuk membentuk lingkaran sebagai nyanyian doa, penari badong paling sedikit harus berjumlah lima orang.
  2. Syair lagu badong adalah syair yang sudah terstruktur sesuai dengan keempat fungsi ditambahkan dengan riwayat hidup orang yang meninggal dunia.
  3. Badong dilaksanakan di upacara pemakaman di lapangan terbuka yang dikelilingi lantang (rumah adat).
  4. Badong dilaksanakan oleh pria dan wanita dewasa.
  5. Badong hanya dilakukan di upacara kematian dan bersifat sakral, bukan untuk permainan sehingga tidak akan dilakukan di upacara yang lain.
  6. Rangkaian gerakan badong berupa gerakan kepala, pundak, tangan, dan kaki, serta perputarannya tidak mengalami perubahan dan variasi, tetapi berupa tata cara yang masih sama dengan yang diwariskan turun-temurun.

Fungsi Badong

Fungsi Badong adalah dibagi dalam empat bagian, yaitu badong pa’ pakilala (badong nasihat), badong umbating (badong ratapan), badong ma’ palao (badong berarak), dan badong pasakke (badong selamat atau berkat).

Ma'Badong dilakukan dalam ritual upacara kematian di Toraja, dan dilakukan di tanah lapang atau pelataran yang cukup luas, yaitu di tengah-tengah lokasi pelakasanaan upacara Rambu Solo'. Foto: Claubert & Gildia's Big Journey

#Info: Tonton video Ma'Badong di YouTube disini (klik)

Contoh Syair Ma'Badong

Badong pa’ pakilala

E..! Umbamira sangtondokta ?
To mai sangbanuanta ?
Sangti’ doan tarampakta ?
Ke de’ ko anta umbanting !
Rapana ta’ rio-rio,
Tatannun rosso maa.
Tang marandenkoka iko ?
Tae’ko dallo riomu ?
Lako te datu masallo’ ?
Ambe’ perangikan mati’,
Ambe’ tanding talingakan,
Angki lolloan batingki.
Ke umpokadaki’ bating,
Untannun mario-rio ;
Da’ tabarrugai bating,
Da’ talalan peninggoi.
Umbating tengki’ siada’,
Rintin sipakilalaki’ ;
Tae’ki’ lindona senga’,
Rampo ma’kekeran bassi.
Da’ anta lambi bating ru’seng,’
Tu rintin pa’ealian ;
Anta masakke mairi’,
Madariding sola nasang.
Badong umbating
Tonna masaki ulunna,
Tiku ramman beluakna ;
Nenne’ samandu-mandunna,
Kerangan umbongi-bongi.
Samari tampak sarrona,
Te upu’ pekaindo’na ;
Ka’tu angin dipudukna,
Ronta’ tondon to batanga.
Sokan sokannamo ia,
Te dao nene’ mendeatanta ;
Sola to dolo kapuanganta,
Unnamboran tinaranna.
Namboran salarika,
Nasio’ tang tongan dika ;
Dengka tau tang nabasa,
Tang nalulun baratai ?
La ditulakraka langi’,
La dimnangairika ? ;
Sokan2 ia Nene’,
Tang ma’ga’ta’ to dolota.
Ke napapatui lenki’,
Ke nasanda simisa’ki’ ;
Sanda’2 dilempangan,
Pangkun dipentilendungan.
Tallang turanannaki’ Puang,
Awo’ bela’-belaranna ;
Aur tebas-tebasannya ;
Ke disaile sulei,
La dibandika menasan.
Inde dao to tungara,
Rintin to mennulu sau’ ;
Umpolo bintanna Sali,
Sirundu’ karasan tanga.
Malemi situru’ gaun,
Sikaloli’ rambu ruaja ;
Naempa-empa salebu’,
Sau’ tondok Pong Lalondong.
Unnola tossoan Adang,
Panta’daran Tau bunga’ ;
Dadi deatami lolo’,
Kombongmi to palullungan.
La umbengki’ tua’ sanda,
Paraja sanda’ mairi’ ;
Anta masakke mairi’,
Madarinding sola nasang.
Badong ma’palao
Tiromi tu tau tongan,
Tu to natampa puangna ;
Tae’ sanglindo susinna,
Sanginto’ rupa-rupanna.
Pada ditampa bintun tasak ;
Pada dikombang bunga’ lalan ;
Sumbang bulan naesungi,
Kurapak allo natadongkonni.
Mallulun padang naola,
Umpamampu’ padang2 ;
Buda kinallo lalanna,
Dikki’ barra’ karunna.
Malemi naturu’ gaun,
Naempa-empa salebu’ ;
Sau’ tondok Pong Lalondong.
Ilo’ bambana makkun.
La sangtondok to dolona,
Sangisungan to menggaraganna ;
Ia nasang mintu’ tau,
Mairi’ sangtolinoan.
Badong passakke
Sampa’ batingkira tondo,
Pango’tonan marioki ;
Napokinallo ilalan,
Sau’ rumombena langi’.
Sau’ tondok Pong Lalondong,
Ilo’ tondok to Mario ;
Ganna’ sampin pebalunna,
Sukku’ todeng tunuanna.
Nariamo tangkean suru’,
Nasaladan kada rapa’ ;
Anta masakke mairi’,
Madarinding sola nasang.

Badong nasihat

Hai..! Di manakah orang sekampung kita ?
Yaitu tetangga kita ?
Rumpun keluarga kita ?
Ayo! Berdirilah lalu kita menuangkan kesedihan kita
Saya terdiam dengan sangat sedih
Mari kita menguraikan kesedihan hati.
Tidakkah engaku berduka ?
Tidakkah kesedihan di hatimu?
Kepada raja yang budiman ini ?
Bapa dengarkanlah kami.
Ya bapa miringkanlah telinga.
supaya kami bisa menyampaikan syair kesedihan kami
Kalau kita hendak mengatakan kesedihan,
janganlah kita perolokkan kesedihan,
jangan kita buat seperti permainan.
Kalau kita bersedih saling memperingati :
Kita bukanlah orang lain,
Tiba untuk memakan besi (berduka)
Jangan kita sebut bersedih itu salah,
Mengungkapkan ragam pertentangan
Supaya kita selamat sekalian
Bersentosa semuanya.
Badong ratapan
Pada waktu kepalanya sakit,
Semua rambutnya merasakannya ;
Makin keras sekerasnya,
Bertambah dari malam ke malam.
Hanya sedih keluh penghabisannya,
Sehabis ratapan memanggil ibunya ;
Putuslah angin pada mulutnya (artinya mati);
Habislah jiwa pada badannya (artinya mati)
Sayang sioh sayang dia,
Yang di atas nenek leluhur kita ;
Bersama pertuanan kita,
Mengamburkan sumpitannya.
Dihamburkan salakah,
Diukur tidakkah benar;
Adakah orang yang yang tak dikena,
Yang tidak disapu ratakan ?
Akan ditantangkah langit ke atas,
Akan ditaruhkan kayu pilar?
Sayang sioh sayang ia Nenek,
Leluhur kita tidak adil.
Kalau ditunjukkan kepada kita,
Kalau dikenakan pada kita masing-masing;
Tak akan dapat dielakkan,
Tak dapat dilindungi.
Seakan kita ini pohon bambu tebangan Tuhan,
Kalau kita menoloh kembali,
Kita tidak akan membawa penyesalan.
Ini di atas orang melentang,
Yang berbaring arah ke selatan ;
Melintasi ikatan papan lantai,
Mengikuti balak tengah rumah.
Sudah pergi bersama dengan embun,
Bersama dengan asap bara api ;
Diikut-ikuti oleh awan,
Ke selatan negeri tuhannya jiwa di negeri jiwa
Mengikuti jejak Adam,
Mengikuti manusia pertama ;
Sudah menjadi berhala di sana,
Sudah menjadi pelindung.
Akan memberikan kita berkat yang cukup.
Keselamatan masing2 sekalian ;
Supaya kita selamat sekalian,
Semuanya bersentosa.
Badong berarak
Lihat orang yang sebenarnya,
Orang yang ditempa oleh ilahnya ;
Sepertinya tidak sebanding,
Yang setara dengan keadaannya.
Bersamaan ditempa dengan bintang gemerlap.
Bersamaan dibentuk dengan bunga’ lalan (nama bintang)
Bulan purnama yang didudukinya,
Sinar matahari yang ditempatinya.
Padang berlumpur dilewati olehnya,
Menganguskan rerumputan ;
Banyak perbekalan di jalannya,
Berasnya melimpah pada waktu sore.
Telah berangkat diikuti embun,
Diikuti awan-awan ;
Ke selatan negeri Pong Lalondong.
Di sana kotanya yang tetap.
Akan senegeri dengan nenek moyangnya,
Sekedudukan dengan yang menenpanya ;
Semua yang berwujud manusia,
Dengan manusia di bumi.
Badong selamat (berkat)
Begitulah uraian kesedihan kamu,
Penjelasan kesedihan kami,
Menjadi bekal perjalannya,
Keselatan ujung2nya langit.
Ke selatan negeri tuhannya jiwa.
Di sana negeri orang yang bersedih ;
Cukup dengan kain pembungkusnya,
Genap kerbau bantaiannya.
Sudahlah ditatang dengan tangkean suru,
Telah dipelihara dengan kata sepakat.
Supaya kita semua selamat,
Kita sekalian bersentosa



Andi Natassya Bawakan Gellu’ Toraja di Miss Asia Pasific World 2012

Andi Natassya, Putri Pariwisata Indonesia 2011 dengan busana adat Toraja. Foto: Tribunnews
Andi Tenri Natassya, Putri Pariwisata 2011 terpilih untuk mewakili Indonesia ke ajang Miss Asia Pacific World (MAPW) 2012 yang akan berlangsung di Seoul, Korea Selatan.  

Jebolan kontes Putri Indonesia 2011 asal Sulawesi Selatan yang juga menyandang gelar Putri Berbakat dan Putri Favorit dari ajang tahun lalu ini, memulai masa karantinanya di Seoul hari ini 11 – 15 Juni 2012.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Puteri Indonesia, Putri Kuswinuwardhani menjelaskan Caca nama kecil Natassya pada malam unjuk bakat nanti akan mengenakan busana adat Toraja serta membawakan Tari Gellu’.  

Disamping itu, Caca juga akan mengenakan busana rancangan Hian Tjen bertema hutan tropis sebagai gaun malam pada acara gala dinner. Enam bulan sebelum berangkat, Caca juga sudah dipersiapkan oleh tim Yayasan Puteri Indonesia untuk bersaing di Seoul nanti.

Karena dari kecil akrab dengan sajian tari Gellu’, sambil menyuap bubur saya senyum-senyum sendiri. Gerakan Caca sangat kaku, bahkan untuk salah satu gerakan memberi hormat aja antara tangan kiri dan kanan tidak serempak dilipat ke dada.  Begitu pun cara duduknya, main langsung jongkok hahaha. Tapi tak mengapa, kostumnya sudah bikin orang melirik koq!

MAPW adalah ajang yang digagas oleh Lawrencw Choi, President Miss Asia Pacific World Competition, dan untuk kedua kalinya Indonesia mengirimkan perwakilannya setelah tahun lalu Puteri Indonesia Pariwisata 2010, Alessandra Usman mengikuti MAPW 2011.


FOTO:

Berikut foto-foto dokumentasi Puteri Indonesia Pariwisata 2011 Andi Natassya saat mendemokan pakaian yang akan dikenakan pada ajang Miss Asia Pacific World 2012 di Taman Sari Royal Heritage Spa, Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (06/06/2012). Keberangkatan Andi Natassya ke ajang bergengsi tersebut merupakan tugas sebagai duta pariwisata indonesia. Foto: Tribun Jakarta/Jeprima.

Andi Natassya Bawakan Gellu’ Toraja di Miss Asia Pasific World 2012
Andi Natassya, Putri Pariwisata Indonesia 2011 dengan busana adat Toraja. Foto: Tribunnews
Andi Natassya Bawakan Gellu’ Toraja di Miss Asia Pasific World 2012
Andi Natassya, Putri Pariwisata Indonesia 2011 dengan busana adat Toraja. Foto: Tribunnews
Andi Natassya Bawakan Gellu’ Toraja di Miss Asia Pasific World 2012
Andi Natassya, Putri Pariwisata Indonesia 2011 dengan busana adat Toraja. Foto: Tribunnews
Andi Natassya Bawakan Gellu’ Toraja di Miss Asia Pasific World 2012
Andi Natassya, Putri Pariwisata Indonesia 2011 dengan busana adat Toraja. Foto: Tribunnews
Andi Natassya Bawakan Gellu’ Toraja di Miss Asia Pasific World 2012
Andi Natassya, Putri Pariwisata Indonesia 2011 dengan busana adat Toraja. Foto: Tribunnews
Andi Natassya Bawakan Gellu’ Toraja di Miss Asia Pasific World 2012
Andi Natassya bersama sang Ibunda, Putri Pariwisata Indonesia 2011 dengan busana adat Toraja. Foto: Tribunnews
Andi Natassya Bawakan Gellu’ Toraja di Miss Asia Pasific World 2012
Andi Natassya dalam balutan gaun.
Andi Natassya Bawakan Gellu’ Toraja di Miss Asia Pasific World 2012
Andi Natassya dalam balutan gaun.


Sumber: Kompasiana

Gerbang Menuju Uniknya Budaya Toraja


Tarian toraja
Ma'gellu', tarian tradisional Suku Toraja. Foto: google
SUKU Toraja di Sulawesi Selatan menyimpan tradisi unik yang menarik hati wisatawan untuk datang. Sebelum mendalami ritual Suku Toraja yang unik, ada baiknya melihat dulu Rantepao.

Rantepao adalah sebuah kota kecil di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Kota ini bisa disebut sebagai pusat budaya suku Toraja, sekaligus pintu gerbang menyelami budaya Toraja yang unik.

Rantepao telah dikenal sejak dulu sebagai gerbang bagi wisatawan yang hendak menikmati suguhan wisata alam, budaya, dan sejarah dari Toraja yang eksotis. Rantepao berjarak sekira 300 km dari Makasar, Ibu Kota Sulawesi Selatan. Kota ini mudah diakses dengan berbagai pilihan alternatif kendaraan, baik darat maupun udara.

Rantepao terkenal sebagai kota yang cantik dan berhawa sejuk. Kota ini menunjukkan pesonanya yang masih bernuansa tradisional kental dan semakin menarik dengan lansekap alam yang hijau. Kota Rantepao dikelilingi perbukitan yang puncaknya senantiasa ditutupi kabut. Demikian seperti dikutip dari laman Indonesiatravel.

Sepanjang tahun hujan mengguyur kota ini, di musim kemarau sekalipun. Tak heran, Rantepao disebut sebagai Kota Hujan. Selain itu, Rantepao dilalui oleh Sungai Sa'dan dimana telah menjadi sumber air bagi pertanian dan peternakan di wilayah sekitarnya.

Sebagai pusat pariwisata dan perdagangan di Toraja, Rantepao memiliki sarana akomodasi dan fasilitas umum yang terbilang lengkap. Oleh karena itu, meski Rantepao hanyalah kota kecil, aktivitas kota ini cukuplah ramai. Di Rantepao, segala kebutuhan wisatawan baik lokal dan asing lengkap tersedia.

Ada beragam pilihan hotel, agen wisata, homestay, money changer, toko, pasar tradisional, mini market, bank, perwakilan perusahaan otobus, ATM, warnet, dan warung makan dapat dengan mudah Anda temukan di kota ini. Keunikan lain dari Rantepao adalah bentuk bangunan-bangunan dari fasilitas umum, seperti bank dan kantor dibangun dengan mengadopsi bentuk rumah adat (tongkonan).

Lokasi Kota Rantepao yang strategis dan dekat dengan beberapa kawasan tujuan wisata terkenal di Toraja menjadi nilai tambah tersendiri. Rantepao berjarak sekira 4 kilometer dari salah satu desa tujuan wisata yang paling terkenal di Toraja, yaitu Kete Kesu. Mengunjungi Londa (makam gua kapur kuno) maka jarak yang harus Anda tempuh sekira 7 kilometer.

Pemakaman Toraja
Kubur batu Toraja.
Rantepao Lemo berjarak sekira 10 kilometer, di sebelah Selatan Rantepao. Lemo adalah juga area pemakaman tua bagi para leluhur masyarakat Toraja. Sedangkan untuk menuju Makale, Ibu Kota Kabupaten Tana Toraja, jarak yang harus ditempuh adalah sekira 18 km dari sebelah utara.

Sementara, jarak Rantepao Kambira adalah 20 kilometer. Di Kambira terdapat pohon Tarra berumur sekitar 300 tahun sekaligus kuburan bagi puluhan jenazah bayi berusia 7 bulan. Batutumonga Rantepao dapat ditempuh dalam jarak 22 km; terdapat 56 menhir di desa ini. Untuk menuju Tilangga' (obyek wisata pemandian alam), jaraknya sekira 12 km dari selatan Rantepao.

Untuk mencapai Rantepao, Anda harus terlebih dahulu terbang ke Bandara Hasanuddin Makasar. Dari sana, Anda kembali melanjutkan penerbangan ke Bandara Pontiku Tana Toraja, yang memakan waktu sekira dua jam dengan pesawat Casa 212. Anda juga bisa menggunakan jalur darat dari Makasar ke Tana Toraja, yaitu dengan bus selama 7-10 jam.


Sumber: @[travel_okezone]