Showing posts with label Anak Toraja. Show all posts
Showing posts with label Anak Toraja. Show all posts

Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story

Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Disambut tarian Pa' Gellu' Toraja yang dimainkan anak-anak.
Langit sudah gelap ketika mobil-mobil Terios kami memasuki daerah Toraja. Mobil dibelokan ke sebuah jalan gelap kecil tanpa penerangan, perlahan-lahan menaiki sebuah jalan berbatu. Tak lama, kami memasuki perkampungan dengan rumah-rumah adat berbentuk panggung dengan atap yang berbentuk trapesium, dan dihiasi oleh tanduk-tanduk kerbau yang berbeda jumlahnya tiap rumah.

Membayangkan masuk ke perkampungan megalitik yang tak jauh dari kuburan-kuburan batu, bulu kuduk saya rasa-rasanya sudah berdiri sejak masuk wilayah Toraja. Namun, semuanya sirna ketika anak-anak kecil Toraja menyambut kami dengan orkestra alat musik bambu. Mereka lucu sekali! Dengan wajah- wajah lugunya, murid-murid sekolah dasar ini dengan apik memainkan alat musik bambu khas Toraja ini.

Sambil menikmati alunan musik bambu Toraja dan tarian Pa'Gellu' yang dimainkan anak-anak, kami disuguhi kuliner-kuliner khas Toraja seperti Pa'Piong, pamarrassan, sambal katokkon, dan tentu saja kopi Toraja.

Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Alunan musik bambu khas Toraja.
Pa'piong adalah daging yang dibumbui rempah dan dibakar di dalam batang bambu muda. Rasanya mirip seperti pepes. Sedangkan pamarrassan adalah masakan dari buah pangi, mirip rawon dengan kuah kental seperti rendang. Semuanya PEDAS. Dan yang paling bikin bibir saya meleleh adalah si sambal katokkon. Dibuat dengan cabai paling pedas senusantara: Lada Katokkon. Sumpah, saya tidak akan makan cabai ini lagi kecuali hadiahnya mobil terios. *bhik*

Setelah pentas tari Pa'Gellu' selesai, kamipun ikut menyelesaikan makan malam kami yang penuh peluh karena lada katokkon. Dan scene horror pun segera mulai, karena kami akan bermalam disini. Di rumah-rumah Toraja, Tongkonan.

Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Pa’piong dan sambal Katokkon.
Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Lada Kattokkon, cabe yang saya nobatkan paling pedas se-nusantara.
Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Memasuki kawasan Tongkonan.
Bangunan Tongkonan punya beberapa tipe. Ada yang sebagai rumah tinggal, juga ada yang sebagai lumbung padi. Kami disuruh memilih untuk menginap dimana. Bisa di rumah tinggal khusus tamu, atau di bawah lumbung padi. Jika di lumbung padi, sebetulnya kita akan kemping karena hanya tidur dengan dinding yang dibentuk oleh kain yang menyangga keempat buat tiang lumbung. Karena ini adalah dataran tinggi, saya memilih  untuk tidur di dalam rumah Tongkonan.

Tentu saja saya memastikan bahwa urusan toilet sudah selesai saat tidur. Karena di ruang tamu tetangga sebelah ada jenazah yang belum dikuburkan sebab belum bisa melaksanakan upacara Rambu Solo’. Sebuah upacara untuk mengantarkan jenazah ke alam sana, dengan bantuan ‘kendaraan’ para kerbau yang disembelih. Bukan kerbau biasa pula, harus kerbau belang dengan tanduk panjang, Tedong Saleko. Harganya yang bisa mencapai ratusan juta rupiah membuat beberapa masyarakat Toraja yang belum mampu menyembelih.

Toraja adalah salah satu destinasi wisata heritage di Sulawesi. Banyak kuburan disini yang unik-unik seperti Londa, kuburan orang Toraja yang berupa goa. Jenazah yang sudah diawetkan ditaruh saja di dalam peti tanpa dikubur.

Tak jauh dari Londa, makam untuk orang dewasa dan para bangsawan, di kawasan Kambira juga terdapat makam para bayi. Namun bayi-bayi ini tidak ditaruh begitu saja di dalam gua, melainkan dikubur. Dikubur di dalam pohon. Pohon besar bernama pohon Tarra' atau pohon cempeda dilubangi dengan bentuk kotak, kemudian bayi diletakan disana dan ditutup dengan alang-alang atau serat pohon enau. Bayi yang boleh dikubur dengan cara ini adalah bayi yang belum tumbuh gigi.

Filosofinya, bayi yang dikubur ini akan tumbuh bersama orang tua barunya di alam sana, yaitu pohon tersebut. Terlihat bekas kuburan bayi yang sudah lama di batang bagian atas, sudah menyatu dengan pohon. Tak lagi  terlihat seperti kuburan, hanya menjadi pohon biasa.

Toraja memang unik. Walaupun sekarang sebagian besar sudah menganut agama samawi, namun praktek-praktek annimisme masih dilakukan. Saya berharap supaya mereka bisa memilah-milah mana yang baik dan mana yang kurang baik bagi kehidupan mereka saat ini.

Wira Nurmansyah: Lebih dekat dengan Toraja - Travel Story
Terios 7 Wonders, parkir di kawasan Tongkonan.


Naskah dan Foto: Wira Nurmansyah

Sumber: wiranurmansyah.com | Wira Nurmansyah - Indonesia Travel & Photography Journal

TINDOKI akan Tampil di Pekan Masyarakat Adat Nusantara

Band TINDOKI. Foto: AMAN
Pekan Masyarakat Adat Nusantara akan dimeriahkan oleh penampilan Group Musik TINDOKI. Kegiatan tersebut akan digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 29-31 Agustus mendatang. Siapa group musik TINDOKI itu? Berikut profilnya.

Band yang membawakan lagu-lagu Toraja dengan kolaborasi musik tradisional dan modern, digawangi anak-anak adat dari Toraja. Sekelompok anak muda tersebut tergabung dalam sebuah band bernama TINDOKI yang dalam bahasa Toraja berarti mimpi atau harapan kami.

Grup Musik TINDOKI mengusung hybrid musik memadukan unsur  etnik dan modern secara kreatif. Lagu-lagu lama Toraja dieksplorasi dalam konteks kekinian tanpa merubah esensi dan pesan yang hendak disampaikan. Mereka memainkan instrumen musik tradisionil dan mengawinkannya dengan instrumen musik elektrik.

Seperti Karombi _Alat musik ini terbuat dari Bilah Bambu_, dimainkan dengan cara disentak dengan tali dan menggunakan rongga mulut sebagai resonansi. Nada karombi sangat khas, dan konon digunakan untuk menolak bala seperti penyakit. Karombi bisa dimainkan seorang diri atau secara berkelompok.

Penampilan Band Tindoki di TIF 2014. Foto: Twitter|Rukka Sombolinggi
TANAH, AIR, BUMI : "PANGGIL AKU IBU" - MASYARAKAT ADAT MERAYAKAN KEBERAGAMAN, adalah tema Pekan Masyarakat Adat di Gedung dan Pelataran Galeri Cipta 2 TIM 29-31 Agustus 2014 mendatang.

TINDOKI akan tampil bersama seniman-seniman besar tanah air. Dalam Pekan Masyarakat Adat tersebut akan digelar karya seni dan kriya Masyarakat Adat dari berbagai daerah, pesta kuliner tradisional, exposure peta wilayah adat, panggung seni (musik-tari), aneka workshop, bioskop (pemutaran film), pameran foto ( Adrian Mulya, Sigit D Pratama, Alexa dll).

Ada juga pameran karya rupa yang akan didukung para pekerja seni (perupa) Dolorosa Sinaga, TARING PADI, Alit Ambara (Nobodycorps Internationale Unlimited), Galis Agus Sunardi, Asdem Lebang, Desti Trisno Angga, Yayak Yatmaka (dalam konfirmasi), dan Andreas Iswinarto (Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit).


Berikut daftar Para Personil dan pendukungnya, Nama dan asal kampung personil TINDOKI :

1. Laso’ Rinding Sombolinggi’ ( Mo’ngnge kadoro’ )
Ibu ( WA Nanggala dan WA Rantebua )
Ayah ( WA Sangalla’ dan WA Madandan)

2. Erwin Uddu
Ibu dan ayah (WA Sa’dan )

3. Fahyul Roberto Dani
Ibu (WA Kesu’)
Ayah ( WA Tikala dan WA Balusu)

4. Desty Trisno Angga ( Inno’ Angga )
Ibu ( Tana Luwu – Batusitanduk)
Ayah ( WA Rantebua) dan Pantilang dan Bastem (anggota AMAN Tana Luwu)

5. Asdem Lebang
Ibu ( WA Kesu’)
Ayah ( WA Kesu’ )

6. Denis Tulak Tombilayuk
Ibu ( WA Tikala & WA Sangalla’)
Ayah (WA Kesu’ & WA Buntao’)

7. Alexander Tikupasang
Ibu : (WA Tikala dan WA Sangalla’ )
Ayah : ( WA Kesu’ )

8. Hardi Rupang ( Bagong )
Ibu ( WA Sangalla’ dan WA Rantebua)
Ayah (WA Tikala)

9. Arnold Souisa
Ibu ( WA Tondon)
Ayah ( Maluku – Kampung Haria)


Tentang penampilan TINDOKI bisa baca di Tindoki dan Alat Musik Tradisional Karombi di TIF 2014


Sumber: Aman

Tindoki dan Alat Musik Tradisional Karombi di TIF 2014

Tindoki dan Alat Musik Tradisional Karombi di TIF 2014
Penampilan Band Tindoki di TIF 2014. Foto: Twitter|Rukka Sombolinggi
Ekspresi masing-masing pribadi maupun kelompok dalam upaya melestarikan budaya daerahnya tentulah berbeda-beda. Seperti yang dilakukan oleh sekelompok anak muda Toraja yang tergabung dalam sebuah band bernama Tindoki yang dalam bahasa Toraja berarti mimpi atau harapan kami.

Saat tampil di iven budaya berskala internasional, Toraja International Festival (TIF) 2014 di Desa Ke’te Kesu’, Kabupaten Tana Toraja, Selasa (12/8/2014), Band yang digawangi oleh Laso’ Rinding cs ini membawakan lagu-lagu Toraja dengan kolaborasi musik tradisional dan modern.

Dikemas dalam sebuah kolaborasi agar lebih diterima oleh masyarakat, demikian diungkapkan oleh Inno, salah satu personil band Tindoki.

Yang menarik bahwa alat musik Karombi yang hampir punah ditampilkan dalam band Tindoki mengiringi lagu-lagu yang mengalun dari sang vokalis, Laso’ Rinding, putra ketua AMAN Toraya.

“Ke depan Tindoki tetap berkarya, mengajak anak-anak muda mengenal kembali alat musik tradisional serta memperkenalkan budaya toraja lewat musik yang dimainkan” harap  Inno, yang mahir memainkan alat musik tradisional Karombi.

Tindoki dan Alat Musik Tradisional Karombi di TIF 2014
Penampilan Band Tindoki di TIF 2014. Foto: KabarMakassar
Profil Tindoki:


Members:
Mongnge' Sombolinggi' (Vocal) Alexander "Thato" Tikupasang (Bass) Hardy Rupang "Bagonk" (Keyboard) Dennis "Bogar" Paseru (Lead Guitar) Fahyul Robert "Betto" (Drum) Arnold Souisa "Annonk" (Torajan Ethnic Instrument) Kojack Arezou (auditional Torajan Ethnic Instrument) Inno Angga (auditional Torajan Ethnic Instrument) Bogar Erwin Zorrenk(auditional gitar)

Genre: Torajan Ethnic Alternative

Hometown: Rantepao

Tindoki dan Alat Musik Tradisional Karombi di TIF 2014
Alat musik tradisional Karombi. Foto: Toraja Photo Gallery
Tindoki dan Alat Musik Tradisional Karombi di TIF 2014
Cara memainkan alat musik tradisional Karombi. Foto: Flickr

Video: Ne' Karombi plays Pa' Karombi